Sabtu, 29 Agustus 2015

Sebuah kisah...
Sore itu begitu istimewa bagi empat orang ibu-ibu. Mereka adalah pendidik AlQur'an di sebuah masjid. Mereka sedang mengikuti sebuah kajian. Terlihat jelas mereka begitu antusias menyimak pemaparan materi dari seorang ustadz. Materi yg akan mengubah konsep pendidikan masjid yg selama ini biasa menjadi luar biasa.

Ustadz itu tidak sendiri. Ia bersama rekannya yang akan melakukan pengawalan secara langsung sebuah perjalanan perubahan konsep pendidikan tersebut. Beliau berpengalaman menangani sekitar 70 anak didik disetiap sore. Begitu selesai sesi pemaparan, kini giliran sesi tanya jawab. Tak diduga, kedua ustadz dihujani pertanyaan-pertanyaan. Hingga, ustadz kedua diberi kesempatan untuk menyampaikan tausyiah dan pengalamannya saat menangani 70 orang anak didik dimana konsep tersebut diterapkan.

" ibu-ibu, konsep ini tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman dan kerjasamanya yang baik pula dari para orang tua. Oleh karena itu, diawal perlu mengumpulkan semua orangtua murid untuk menyamakan persepsi Demi keberhasilan penerapan konsep tersebut. Jadi ada kesepakatan pertemuan dengan sesama guru," sang ustadz menjelaskan.
Para ibu-ibu mengangguk. Beberapa diantata mereka saling berpandangan. BAhkan permintaan ustadz pun ditanggapi ringan, oooo...  Kalau itu, insyaAllah mudah ustadz," jawab seorang ibu mewakili.

Seakan menangkap sebuah kejanggalan, ustadz berkata, "Saya ingin yang datang kedua orang tua, bapak dan ibu."
Seketika para wajah ibu berubah wajahnya, " Wah kalau itu sulit ustadz."
" Kalau para ibu biasa kita kumpulkan. Tapi para bapak, sulit untuk bisa kumpul," sambung ibu tadi.

Ustadz kembali menegaskan maksudnya, " Tapi saya minta para bapak tetap kumpul. Paling lama dua jam. Cari waktu yang semua bisa berkumpul." Ustadz pun menutup kajian hari itu.
"Baik ustadz, kami akan sangat mengusahakan," suara ragu itu tak bisa disembunyikan.

Dari cuplikan kisah tadi, nampak jelas persepsi pendidikan seringkali hanya menjadi agenda pembahasan para ibu saja. Seorang ayah selalu diabaikan dan mengabaikan keterlibatannya  di dunia pendidikan anak. Padahal ayahlah yang berpotensi menghapus semua kebaikan kalau mereka tidak mengerti ilmu pendidikan anak. Sebuah fenomena ketimpangan yang dapat menggagalkan tujuan melahirkan generasi penerus kegemilangan Islam.
(Parentung Nubuwah, by Budi Ashari, Lc)

Trimakasih para ayah yang telah tertlibat aktif dalam pendidikan anak,...